Selalu FOMO kalau liat tren fashion baru? Ayo kenali dampak dari produksi fast fashionpada masyarakat!
- stalta kirstal
- Apr 12
- 4 min read
Updated: Apr 13

Bagi banyak sekali gen Z yang mengikuti tren fashion sudah menjadi bagian dari lifestyle. Setiap kita mengintip platform sosmed, pasti ada tren baru yang muncul: gaya Y2K yang kembali muncul, coquette style, dan style lainnya. Rasanya setiap tren ini pasti FOMO aka Fear Of Missing Out, apalagi kalau lihat harga dari style yang tren ini sangat murah dan terjangkau banget di kantung pemuda masa kini. Sayangnya, dibalik tren dan harga terjangkau pada industri fashion ini ada dampak yang sangat besar yang tidak disadari.
Apa itu fast fashion?
Fast fashion merupakan istilah dalam industri tekstil yang berfokus pada produksi pakaian dengan mengutamakan kebaruan model dalam waktu singkat serta jumlah sebanyak mungkin. Produsen akan lebih berfokus untuk mengikuti perkembangan tren tanpa memperhatikan bahan baku maupun dampak kedepannya.
Fast fashion adalah suatu konsep yang baru dikenal ketika dunia memasuki revolusi industri pertama, yakni pada tahun 1980-an. Kala itu, penemuan mesin jahit memicu produksi pakaian sebanyak mungkin dalam waktu cepat. Akibatnya, produsen berfokus pada kuantitas agar mampu menjual sebanyak mungkin dan meraup keuntungan yang besar.
Dari sinilah fashion mulai menjangkau seluruh kalangan. Terlebih produsen mulai menjual berbagai pakaian tiruan bermodel seperti merek-merek ternama dengan harga murah. Mereka tak lagi memperhatikan kualitas bahan baku sehingga overproduction ini berdampak buruk pada lingkungan.
Apa aja sih ciri-ciri fast fashion?
4 ciri fast fashion agar gen Z lebih aware dalam pilah pilih fashion:
Produk fast fashion memiliki banyak model dan selalu mengikuti trend terbaru.
Model fashion selalu berganti dalam waktu yang sangat singkat.
Diproduksi pada negara Asia dan negara berkembang, dimana pekerja digaji dengan sangat murah tanpa ada jaminan keselamatan kerja dan upah yang layak, salah satunya di Indonesia.
Menggunakan bahan baku yang tidak berkualitas (murah) dan tidak tahan lama.
Pola konsumtif masyarakat karena fast fashion
Perilaku konsumtif merupakan perilaku membeli tanpa adanya pertimbangan yang kuat dan lebih mengedepankan keinginan daripada kebutuhan. Salah satu faktor internal yang mempengaruhi perilaku konsumtif masyarakat ketika gaya hidup tersebut dianggap mampu menunjukkan status sosial atau mendapatkan prestise. Pemenuhan kebutuhan yang telah bergeser tersebut sangat penting artinya untuk mengantarkan individu pada kehidupan yang selaras dengan lingkungannya.

Perubahan tren yang terjadi dengan cepat menyebabkan munculnya konsep ready to wear dalam industri fast fashion. Ready to wear mengimplementasi bentuk tren fashion nasional dan internasional dengan harga yang lebih murah dan mudah didapatkan serta diproduksi dalam jumlah yang banyak. Hal ini menyebabkan banyaknya produk mode yang harus diproduksi serta dijual dengan cepat kepada masyarakat yang terobsesi dengan tren terbaru.
Masalah yang ditimbulkan dari konsep ready to wear inilah yang membuat masyarakat, terutama anak muda masa kini membuat pola yang konsumtif. Brand fast fashion akan selalu memproduksi secara massal pakaian-pakaian yang memenuhi tren dan popular dalam waktu cepat. Konsumen akan cenderung membeli dan menggunakan produk yang baru dipromosikan oleh brand tersebut. Banyak dari produk fast fashion yang akhirnya dibuang dalam jumlah banyak dan menjadi limbah tak terurai yang membuat lingkungan terkontaminasi.
Dampak lain selain pola konsumtif masyarakat
Fast fashion tidak hanya mendorong pola konsumtif, tetapi juga memiliki dampak besar terhadap lingkungan dan aspek sosial, khususnya kondisi kerja buruh di negara berkembang. Produksi tekstil dalam sistem fast fashion menyumbang limbah dalam jumlah besar, pencemaran air akibat proses pewarnaan kain, serta emisi karbon yang tinggi. Selain itu, fast fashion mengeksploitasi tenaga kerja, terutama perempuan, yang bekerja dengan upah rendah dan dalam kondisi tidak layak. Pendekatan ekofeminisme menunjukkan bahwa sistem ini mengeksploitasi alam dan perempuan secara bersamaan demi keuntungan ekonomi perusahaan global. Dalam jangka panjang, model bisnis ini tidak hanya menciptakan kerusakan ekologis, tetapi juga memperkuat ketimpangan sosial dan ekonomi antara negara maju dan negara berkembang.
Dampak sosial dari fast fashion juga melibatkan ketidakadilan struktural, di mana negara-negara produsen seperti Bangladesh, Vietnam, dan Kamboja bergantung pada investasi asing untuk menggerakkan industri pakaian, namun minim perlindungan terhadap buruhnya. Para pekerja harus menghadapi tekanan produksi yang tinggi demi memenuhi permintaan pasar yang terus berubah, tanpa jaminan kesejahteraan atau keamanan kerja. Sementara itu, perusahaan-perusahaan besar terus meraih keuntungan maksimal dengan biaya produksi yang ditekan serendah mungkin. Oleh karena itu, isu fast fashion tidak hanya menjadi permasalahan gaya hidup, tetapi juga menjadi krisis etika dan keberlanjutan global.
Cara mengurangi fast fashion
Terdapat 5 cara mengurangi fast fashion yang merupakan langkah penting untuk menjaga keberlanjutan lingkungan dan keadilan sosial:
Memilih produk fashion yang sustainable dan ethical.
Memilih merek yang menggunakan bahan ramah lingkungan dan memperhatikan hak serta kesejahteraan pekerja. Ini membantu mengurangi dampak lingkungan dan eksploitasi tenaga kerja.
Mengurangi perilaku konsumtif
Jangan tergoda tren yang cepat berubah. Beli pakaian seperlunya dan pilih yang tahan lama. Ini bisa menekan limbah tekstil dan overproduction.
Mendukung produk lokal dan tradisional
Produk lokal biasanya dibuat dengan proses yang lebih berkelanjutan dan mendukung perekonomian masyarakat sekitar.
Melakukan daur ulang dan upcycling pakaian.
Gunakan kembali pakaian lama atau ubah menjadi barang baru (misalnya jadi tote bag atau aksesoris). Ini mengurangi limbah dan memperpanjang usia pakai pakaian.
Meningkatkan edukasi dan kesadaran.
Mengikuti kampanye atau edukasi soal dampak fast fashion bisa membentuk kebiasaan konsumsi yang lebih bijak dan bertanggung jawab.
Sumber:
https://info.populix.co/articles/fast-fashion-adalah/ https://journal.uny.ac.id/index.php/ptbb/article/view/44683 https://ejournal.unesa.ac.id/index.php/jurnal-tata-busana/article/view/35921 https://jurnal.syntaxliterate.co.id/index.php/syntax-literate/article/view/11317 https://images.app.goo.gl/a3SdDM2frpfYq1Zs7 https://zerowaste.id/zero-waste-lifestyle/mengenal-fast-fashion-dan-dampak-yang-ditimbulkan/ https://scholar.google.com/scholar?hl=en&as_sdt=0,5&q=fast+fashion+adalah#d=gs_qabs&t=1744359500262&u=%23p%3DgoTKAJBOtHwJ https://scholarhub.ui.ac.id/cgi/viewcontent.cgi?article=1088&context=jsht https://www.jurnal.goretanpena.com/index.php/JSSR/article/view/2514 https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jihi/article/view/34504 https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/17543266.2020.1812546
Penulis:
Adam Putra Atoni
Alaja Qiara Rendra
Bunga Nayla Anggraini
Devita Hanabel
Khalifah Nur Shiddiq
Comentários